Kamis, 27 Desember 2012

regulasi UU ITE mengatur Citizen Journalism


MAKALAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNKASI
Regulasi UU ITE th 2008 dalam mengatur citizen journalism

Disusun Oleh
Ade Herdiyanti
D1E010028

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU
T.A. 2012/2013


BAB I
PENDAHULUAN
             II.I            Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesan telah menyebabkan perubahan kegiatan hidup manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung mempengaruhi pembuatan hukum baru.Bahwa penggunaan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan guna menjaga,memelihara dan memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang – undangan demi kepentingan nasional,bahwa pemanfaatan pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kemajuan teknologi informasi secara sadar membuka ruang kehidupan manusia semakin luas, semakin tanpa batas dengan indikasi manusia sebagai penguasa. Kemajuan teknologi informasi telah menyentuh segala aspek kehidupan, termasuk dunia jurnalisme. Hal itu membuat pertukaran dan penyebaran informasi semakin mudah. Dahulu, peran jurnalis sangat besar dalam menyebarkan informasi. Jurnalis adalah tokoh sentral yang kehadirannya sangat ditunggu oleh setiap orang. Dengan kata lain, jurnalis memonopoli tugas sebagai penyebar informasi. Informasi yang akurat dan dapat dipercaya hanya datang dari jurnalis. Konsekuensinya, jurnalis ditempatkan dalam posisi yang sangat vital dan mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap informasi.
Tetapi saat ini ,peran jurnalis semakin tereduksi dengan kemajuan teknologi tersebut. Salah satu penyebab tereduksinya peran jurnalis adalah akibat lahirnya fenomena yang dinamakan citizen journalism. Citizen journalism secara harfiah berarti jurnalisme warga. Tokoh sentral dalam citizen journalism sudah barang tentu masyarakat itu sendiri. Kemajuan teknologi informasi membuat publik memiliki akses yang sangat terbuka terhadap dunia jurnalisme. Pada dasarnya, tidak ada beda antara konsep citizen journalism dengan konsep jurnalisme konvensional. Kegiatannya sama, yaitu mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan berita. Hanya saja dalam citizen journalism yang menjadi tokoh sentral adalah masyarakat.
Salah satu hasil dari perkembangan teknologi yang memudahkan akses masyarakat terhadap penyebaran informasi adalah seiring munculnya situs-situs jejaring sosial, twitter, facebook, friendster, myspace, dan lain sebagainya. Dan juga hadirnya situs penyedia blog, seperti blogspot, wordpress, multiply, dan lain sebagainya. Wadah ini kemudian digunakan oleh masyarakat untuk menyebarkan informasi yang diperolehnya. Apalagi dalam menyiarkan informasi, masyarakat tidak dibatasi peraturan dan proses seleksi, tidak sama halnya dengan proses pemberitaan dalam media konvensional. Dalam media konvensional, fakta-fakta yang telah dikumpulkan wartawan terlebih dahulu diseleksi oleh dewan redaksi, akibatnya tidak semua berita yang dikumpulkan wartawan dapat disebarluaskan.
Di lain pihak, kita juga harus menyadari bahwa dampak kebebasan berekspresi masyarakat dalam menyebarkan informasi di ranah virtual, tentu tidak luput dari pelanggaran terhadap etika yang berlaku di dunia nyata. Karena tidak adanya kontrol dalam proses penyebarannya tersebut, masyarakat kadang lebih mengedepankan emosi ketimbang logika sehat dalam tulisan-tulisannya. Jadi tak salah jika saat ini banyak tulisan di berbagai situs jejaring sosial dan blog yang cenderung berisi sumpah serapah, makian, dan lain sebagainya. Bahkan, sampai mengandung unsur pencemaran nama baik seseorang.Namun, yang patut kita garisbawahi bahwa itu semua adalah suatu keniscayaan dalam proses demokratisasi di era keterbukaan yang menyentuh semua lini kehidupan. Sehingga zaman sekarang bukan saatnya lagi untuk membatasi dan melarang masyarakat dalam berekspresi untuk menyampaikan unek-unek yang mereka rasakan. Bahkan sangat tidak adil atau tidak masuk akal untuk melakukan tuntutan hukum terhadap masyarakat yang melakukan pencemaran nama baik di ranah virtual. Jika memang ada yang merasa dicemarkan nama baiknya oleh pelaku citizen journalism, cukup diselesaikan dengan cara-cara yang cerdas dan arif, bukan dengan cara-cara emosional dan oportunistik, seperti memanfaatkan UU ITE yang penuh pasal karet untuk menjerat pelaku citizen journalism.
1.II          Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.II.I                    Identifikasi Masalah
Citizen journalism adalah salah satu wadah dalam bentuk media online yang memberikan kebebasan bagi public untuk ikut serta dalam mengakspresiasikan pendapat nya dan berdemokrasi mengenai hal apapun itu terkait isu ataupun berita terhangat yang disajikan oleh media virtual, tetapi seiring perkembangan zaman kebebasan yang dimiliki para pelaku, aktor dan praktisi media ini seringkali tidak berjalan mulus, adanya orang-orang yang tidak bertanggung jawab mengaku dirinya sebagai hacker , yang memang bertugas untuk merusak semua acount baik dari jejaring sosial ataupun media yangn lainnya, yang mereka isi dengan berbagai kebohongan dan tindakan yang tersurat kepalsuan yang jelasnya merugikan para korbanya baik dari segi politik, agama, sosial, budaya, dan lainya.Namun ,tak seringkali juga sering kita temukan akun seseorang yang identitas dirinya dipalsukan untuk menjelek-jelekan nama baik seseorang atau sebuah instansi  dalam akunnya atau jejaring social tersebut.sehingga dibutuhkannya regulasi untuk mengatur citizen journalism ini.
1.II.II                Rumusan masalah
a. Perlukah regulasi untuk mengatur citizen journalism dan dapatkah UUD ITE 2008 mengatur citizen journalism terkait kasus2 ygang marak beredar di media saat ini?
1.III                     Maksud dan tujuan penelitian
1.III.I                        Maksud Penelitian
Makalah yang berjudul “regulasi dan UU ITE Th.2008 yang Mengatur Citizen journalism terkait masalah yang marak diberitakan dimedia sosial” yang mana nantinya diperlukan analisis yang sangat teliti terhadap kaitannya dengan regulasi dan UU ITE tahun 2008 untuk mengatur Citizen Journalism dalam pertanggung jawaban pemberitaan, yang nantinya dapat diselesaikan penulis dengan melakukan pemahan dan analisa mengenai kaitan regulasi dan uu ite tahun 2008 untuk mengatur citizen journalism dan e-commerce disegala kaitan aspek.
1.III.II             Tujuan
Dalam penelitian ini saya sebagai penulis bertujuan untuk memahami perlu atau tidaknya regulasi pengatur citizen journalism  serta kemampuan UU ITE tahun 2008 untuk mengatur hal diatas.
1. IV                   Kegunaan
1.IV.I    Kegunaan teoritis
Makalah ini nantinya diharapkan penulis dapat berguna untuk pengembangan ilmu penegetahuan secara umum terhadap seluruh pembaca dan terkhusus untuk para citizen journalism yang sesungguhnya sangat memerlukan suatu regulasi dan uu ITE th 2008 terkait dengan masalah yang marak diberitakn dimedia.
1.IV.II Kegunaan praktis
Makalah ini diharapkan berguna bagi para praktisi, pengguna, pengamat, dan pemerhati media secara umum, dan media online secra khusus, serta seluruh orang yang berkaitan dan berkepentingan untuk mengembangkan kemampuan publik berpendapat dan bertanggung jawab dalam menggunakan media online



BAB II
PEMBAHASAN

Seperti yang kita ketahui saat ini teknplogi semakin canggih,manusia menjadi makhluk yang konsumtiv terhadap teknolgi infomasi atau ITE.Terkhusus untuk penggunaan internet atau system online atau sering disebut citizen journalism yang jika dibahasa indonesiakan berarti jurnalis warga ,atau yang juga dikenal dengan istilah participatory journalism adalah kegiatan jurnalisme yang menempatkan masyarakat turut berperan aktif dalam mencari, mengolah, serta menyebarluaskan sebuah informasi kepada khalayak.
Seperti hal nya kasus yang menimpa artis sekaligus model cantik Luna Maya.kasus ini bermula ketika Luna menulis sebuah akun di Twitternya yang berisi amarahnya terhadap sikap wartawan yang terlau mengganggu kehidupan pribadinya. Kejadian itu terjadi saat pekerja infotaiment beraksi mengambil gambar Luna yang tengah mengendong Alea, anak Ariel di acara premier film 'Sang Pemimpi' di Plaza EX, Jakarta.
Dengan berbekal kasus yang terjadi antara Luna Maya dengan wartawan terutama wartawan infotainment tadi, kita bisa melihat bahwa sesungguhnya hal tersebut tidak seharusnya terjadi jika ada pengertian dan rasa menghargai dari kedua belah pihak. Sebenarnya bukan hanya Luna Maya saja yang mengalami kasus demikian. Ingat kembali pada sosok Prita Mulya Sari yang beberapa waktu lalu digugat oleh Rumah sakit Omni internasional karena dianggap telah mencemarkan citra rumah sakit tersebut. Pada awalnya prita hanya mencurahkan keluh kesahnya tentang pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut kepada teman-temannya. Berbuah dari sebuah electronic mail (email), ternyata emailnya tersebut menyebar pada khalayak luas dan sampai terdengar oleh pihak rumah sakit omni Internasional. Merasa nama baik rumah sakit tersebut telah dilecehkan, maka pihak rumah sakit Omni Internasioanl menuntut Prita ke pengadilan dan membayar denda sebesar 204 juta rupiah.
Yang akan kita bahas kali ini adalah penggunaan media informasi yang berbentuk jejaring social. Jejaring social adalah salah satu bentuk media komunikasi yang sering digunakan oleh kita untuk berkomunikasi dengan sahabat , sanak keluarga ataupun dengan rekan kerja. Kasus yang menimpa Luna Maya maupun Prita Mulya Sari sebenarnya berawal dari keluh kesah mereka pada teman-temannya. Namun sangat disayangkan bila kasus yang sederhana itu akhirnya merebak dan menjadi petaka bagi kedua individu tersebut. Bisa dimaklumi jika responden terhadap akun yang dibuat oleh lumna maupun Prita itu mencoba untuk ber empati terhadap keadaan Luna dan Prita tetapi jika akhirnya akan berbuah pahit seperti ini tentu saja pihak yang dirugikan adalah kedua orang tersebut.
Sebagai insan jurnalis, tidak seharusnya wartawan terutama wartawan infotainment terlalu menggali kehidupan pribadi si nara sumber untuk mendapatkan informasi yang ia inginkan. Apalagi jika keadaannya sampai mengganggu privasi si nara sumber atau tokoh yang akan dijadikan sumber berita. Mengacu pada buku ‘Sepuluh Pelajaran Untuk Wartawan’ karangan Nuran Zaini bahwa wartawan harus bisa menjaga dan menghormati nara sumber atau sumber beritanya sekalipun sumber berita tersebut adalah satu-satunya yang bisa memberikan informasi paling detail. Jnagan hanya karena alasan memburu berita yang diatasnamakan demi kpentingan akan kenutuhan public, nara sumber menjadi merasa di eksploitasi dan dicecar habis. Yang paling utama disini adalah wartawan sama-sama menjunjung kedua hak dan kewajiban baik dari nara sumber, khalayak ataupun dari wartawan itu sendiri.
Baiklah jika wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers,yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU No. 40/1999 tentang Pers menyebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat 1 dan 2). Meskipun demikian, kebebasan di sini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1). Jadi berdasarkan keadaan diatas maka wartawan memiliki dan harus menaati Kode Etik Jurnalistik (Pasal 7 ayat (2) UU No. 40/1999 tentang Pers). Dalam penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan Kode Etik Jurnalistik adalah Kode Etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.
Dalam salah satu pasal Kode etik jurnalistik disebutkan bahwa Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk ( pasal 1). Selain itu dalam melaksanakan tugasnya , wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik ( pasal 2). Penafsiran dari konsekuensi ini adalah berupa cara-cara yang profesionalyang dilakukan, antara lain :
  • menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
  • menghormati hak privasi;
  • menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
  • rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
  • menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
  • penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Citizen journalism hadir sebagai alternatif berita-berita yang disajikan oleh media massa. Ia hadir bukan sebagai substitusi atau pengganti, melainkan sebagai komplementer atau pelengkap dari sajian berita yang sudah ada. . Ia juga bertindak sebagai “perpanjangan mulut” masyarakat. Dengan adanya citizen journalism, berita dan informasi yang ada semakin melimpah dan bervariasi Karenanya, citizen journalism pun berjalan berdampingan dengan perkembangan zaman.
Kita tentu masih ingat peristiwa tsunami tahun 2004 lalu. Tidak ada satu pun media televisi yang sempat menyiarkan berita tersebut secara langsung karena musibah bukanlah sesuatu yang bisa diprediksi, apalagi diharapkan. Media massa, khususnya televisi di Indonesia menyiarkan peristiwa tsunami tersebut melalui gambar video amatir yang dikirimkan salah seorang masyarakat Aceh yang sempat merekam peristiwa tersebut. Tanpa adanya video amatir tersebut, mungkin sampai saat ini kita tidak akan bisa melihat di televisi suasana ketika musibah terjadi. Video amatir tersebut adalah salah satu bentuk citizen journalism.
Lepas dari penggunaan istilah yang tepat atau tidak, lebih baik kita tetap menyebutnya dengan citizen journalism sebagai bentuk terobosan baru dunia jurnalisme. Karena globalisasi yang semakin berkembang dan meluas, kebutuhan masyarakat atas informasi terbaru pun juga semakin meningkat. Semakin banyak orang yang menyadari betapa pentingnya informasi dan pengetahuan untuk dapat menguasai dunia, mempertahankan hidup atau menggunakan informasi tersebut untuk dapat memperoleh tujuan hidup lainnya. Namun, media massa mainstream tidak bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan informasi yang sangat luas itu, sehingga dibutuhkan bantuan dari tenaga-tenaga nonjurnalis untuk turut memenuhinya. Citizen journalism akhirnya mendorong setiap orang untuk dapat menguasai informasi kemudian naik tingkat lebih tinggi menjadi penyedia informasi, bahkan menjadi pemilik perusahaan media massa. Usaha di bidang penyedia informasi kemudian berkembang menjadi alat pencari keuntungan.

Namun, hal ini tidak terjadi pada semua bentuk citizen journalism. Setiap orang yang mengetahui informasi di sekitarnya (audience) bisa sekaligus menjadi reporter dan mempublikasikan informasi melalui medium tertentu, tidak harus yang komersil. Seperti pengertian jurnalistik yang berasal dari kata diurna, catatan harian yang telah ditulis orang tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk citizen journalism dengan syarat dipublikasikan baik dalam daya sebar yang sempit maupun luas.
Media internet memang salah satu media yang terlihat sangat kuat menyiarkan bentuk citizen jurnalisme dibanding media lain. Situs-situs citizen journalism di internet terbukti bisa memberikan pengaruh yang luar biasa kepada kehidupan jurnalisme, terutama jurnalisme on-line. Penggunaan situs di internet tersebut selain sebagai sarana penyedia informasi tetapi juga berhasil menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga. Contohnya yaitu adanya mailing list, ruang komentar, atau bahkan ruang diskusi di situs-situs jejaring sosial. Hal ini sesuai sekali dengan elemen jurnalisme yang ke-6 menurut Bill Kovach dan Tom Rossentiel, dan menggambarkan juga pernyataan dari Glasser dan Craft yang dikutip oleh Santana (2007) : jurnalisme publik merupakan perpindahan shift dari jurnalisme informasi (journalism of information) ke jurnalisme percakapan (journalism of conversation).
Perkembangan suatu hal pasti diiringi dengan dampak negatif dan positif yang bisa menjadi kontroversi. Citizen journalism berkembang dengan kontroversi tentang kredibilitas dan profesionalitas jurnalistik. Karya warga yang dijadikan berita belum tentu semua bisa dijadikan sumber untuk mencari informasi alternatif, misalnya seperti blog. Blog, atau yang biasa digunakan oleh warga sebagai tempat pencurahan diri, catatan harian, atau sekaligus berbisnis perlu ditilik kembali jika akan dijadikan sumber berita, yaitu ditilik dari siapa pemilik dan penulisnya, serta dari sumber apa saja informasi dihimpun, sehingga untuk mengakses informasi dari situs-situs yang menyajikan citizen journalism, warga harus tetap melakukan seleksi, dan perlu juga adanya gatekeeper atau editor pada situs-situs tersebut. Sebaiknya editor tersebut memiliki ketrampilan juga di bidang jurnalistik. Hal inilah yang sempat meragukan blog sebagai salah satu media yang bisa masuk ke dalam media massa online atau tidak, karena kurang adanya pihak yang dapat bertanggungjawab pada kebenaran isi tulisan.
Dalam dunia wartawan, ada aturan bernama kode etik wartawan. Begitu pun bagi para penulis, memiliki kode etiknya sendiri. Termasuk para pewarta warga juga harus patuh pada kode etik pewarta warga.
Kode Etik Pewarta Warga
Kode etik pewarta warga merupakan aturan baku yang harus dipatuhi oleh setiap pewarta warga dalam mencari berita, pendapat, foto maupun video kemudian menyusunnya menjadi karya pewarta warga dan menyiarkan atau mempublikasikannya melalui berbagai media massa dan jejaring sosial. Adanya kode etik pewarta warga bertujuan untuk menjaga profesionalitas para pewarta warga dalam menghasilkan karya pewarta warga, sehingga tidak menghasilkan informasi yang menyesatkan dan membahayakan publik.
Maka demi tegaknya harkat dan martabat maupun mutu dari hasil karya para pewarta warga, maka Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), sebagai organisasi terbesar yang mewadahi para pewarta warga di Indonesia yang didirikan pada 11 November 2007 menetapkan kode etik pewarta warga yang harus ditaati dan dilaksanakan secara konsisten.
·         Adapun kode etik pewarta warga meliputi:
1.      Pewarta warga dilarang keras menyiarkan berita yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara maupun kesatuan dan persatuan bangsa
2.      Pewarta warga diharamkan menyiarkan karya jurnalistik melalui media massa apapun yang bersifat cabul (pornografis), menyesatkan, bersifat fitnah ataupun memutarbalikkan fakta
3.      Pewarta warga tidak diperkenankan menerima imbalan yang dapat mempengaruhi obyektivitas beritanya
4.      Pewarta warga menjaga dan menghormati kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan berita-berita yang dapat merugikan nama baik seseorang atau pihak tertentu
5.      Pewarta warga dilarang melakukan tindakan plagiat atau mengutip hasil karya pihak lain dengan tanpa menyebutkan sumbernya. Apabila kenyataannya nama maupun identitas sumber berita tidak dicantumkan, maka segala tanggung jawab ada pada pewarta warga yang bersangkutan
6.      Pewarta warga diwajibkan menempuh cara yang sopan dan terhormat dalam memperoleh bahan karya jurnalistik, tanpa paksaan ataupun menyadap berita dengan tanpa sepengetahuan yang bersangkutan
7.      Pewarta warga diwajibkan mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang ternyata tidak akurat, dan memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk memberikan kesempatan hak jawab
8.      Dalam memberitakan peristiwa yang berkaitan dengan proses hukum atau diduga menyangkut pelanggaran hukum, pewarta warga harus selalu menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, dengan prinsip jujur, dan menyajikan berita secara berimbang.
9.      Pewarta warga harus berusaha semaksimal mungkin dalam pemberitaan kejahatan susila (asusila) agar tidak merugikan pihak korban.
10.  Pewarta warga menghormati dan menjunjung tinggi ketentuan embargo untuk tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita telah dinyatakan sebagai bahan berita yang “off the record”.
Kode etik pewarta warga, pada hakikatnya dimaksudkan sebagai panduan bagi setiap aktivis jurnalisme warga agar bekerja juga secara profesional. Adanya kode etik tersebut bukan bermaksud memberikan pembatasan atas hak-hak individu anggota PPWI dan masyarakat umum dalam menyampaikan aspirasi dan informasi ke ruang publik.Oleh karena itu, pengawasan pelaksanaan kode etik pewarta warga dan PPWI ini seyogyanya dilaksanakan oleh masing-masing anggota pewarta warga, dan masyarakat di lingkungan sosial masing-masing. Demikian juga, sanksi atas pelanggaran kode etik pewarta warga dan PPWI ini juga lebih diserahkan kepada sistem sosial (nilai dan norma) yang berlaku di masyarakat. Namun tidak menutup kemungkinan, ke depan akan dibentuk dewan pengawas khusus kode etik pewarta warga dan PPWI yang berlaku secara nasional. Untuk pelanggaran yang bersifat normatif, penyelesaiannya diserahkan kepada aparat penegak hukum; dan untuk hal-hal yang berkenaan dengan nilai sosial, diharapkan peran sanksi dan kontrol sosial masyarakat yang menyelesaikan. Walaupun demikian, PPWI melalui biro hukum akan senantiasa memberikan advokasi atas segala kegiatan pewarta warga, termasuk perlindungan hukum dan sosial.
Kode Etik Penulis
·         Secara garis besar, kode etika kepenulisan meliputi:
1.      Tidak mengirimkan tulisan (karya tulis jenis apa pun) yang sama kepada sejumlah media massa dalam waktu bersamaan
2.      Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD
3.      Materi dan gagasan penulisan tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD ’45 dan peraturan negara lain
4.      Isi tulisan tidak memojokkan kerukunan beragama, diskriminasi gender serta menyinggung kepentingan SARA
5.      Setiap penulis wajib bersikap jujur terhadap karya tulisnya dengan selalu menyebutkan sumber referensi bila mengutip karya orang lain. Dalam hal ini setiap penulis dilarang melakukan plagiatisme
6.      Mengirimkan tulisan dengan ketikan rapi tanpa banyak kesalahan serta mematuhi garis kebijakan redaksi yang ditetapkan masing-masing surat kabar
7.      Karya tulis juga tidak mengandung unsur pornografi
8.      Selalu mencantumkan identitas lengkap beserta nomor kontak yang setiap saat bisa dihubungi.
Risiko dari pelanggaran terhadap kode etik kepenulisan di atas akan menyebabkan seorang penulis dikenakan sanksi blacklist. Yakni penulis yang masuk dalam daftar hitam tersebut tidak memiliki hak lagi karyanya bakal termuat di berbagai media massa, dengan masa sanksi yang bervariatif. Mulai dari setahun, hingga seumur hidup.
Kode Etik Wartawan (Jurnalis)
Kode etik wartawan (jurnalis) terdiri atas 11 pasal. Berikut ini disajikan pasal demi pasal secara lengkap, beserta dengan penafsirannya.
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang,dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran :
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuaikeadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran :
Cara-cara yang profesional adalah:
a. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. Menghormati hak privasi;
c. Tidak menyuap, disuap;
d. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suaradilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran :
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran :
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara,grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran :
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yangmemudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,informasi latar belakang, dan ‘off the record’ sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran :
a. Hak tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran :
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran :
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran :
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran :
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Jadi,menurut saya sangat dibutuhkan sebuah regulasi untuk mengatur citizen journalism terkait dengan kasus-kasus yang beredar seperti halnya kasus luna maya dan prapita.agar tidak ada yang merasa dirugikan antar kedua belah pihan maupun pihak yang mencari berita dan pihak yang memberikan berita.
  


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
          III.I            KESIMPULAN
Jurnalisme warga atau citizen journalism adalah kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita.Tipe jurnalisme seperti ini akan menjadi paradigma dan tren baru tentang bagaimana pembaca atau pemirsa membentuk informasi dan berita pada masa mendatang.
Seharusnya regulasi UU ITE itu tidak dibutuhkan karena citizen journalis itu sendiri adalah ruang public yang bebas diakses oleh siapapun dan bebas mengaspresiasikan pendapat ataupun opini yang ingin disampaikan.Namun tak sering kali para citizen journalism menggunakan akunnya untuk menungkapkan kemarahannya atau emosionalismenya sendiri sehingga seringkali terjadi salah kasus yang seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan namun harus dibawa ke meja hijau.Sehingg pada saat ini sangat dibutuhkan sekali regulasi UU ITE untuk mengatur citizen journalism tersebut,agar tidak ada yang merasa dirugikan dan merugikan orang lain.
       III.II            SARAN
Saya menyarankan untuk para pengguna citizen journalism,memang media online sangat lah bebas dan mudah diakses oleh siapaun dan dimanapun.Kita sebagai makhluk social yang diatur oleh sebuah Undang-Undang negara hukum ada baiknya sadar untuk tidak mempublish semua masalah pribadi kita di sebuh akun atau jejaring social.Adakalanya seseorang atau instansi yang berkaitan dengan akun kita tidak menyukai kritik atau opini yang kita sampaikan dalam akun pribadi kita,sehingga orang atau intansi yang berkaitan seringkali menuntut untuk memeja hijaukan kasus terkait sehingga dapat merugikan diri kita sendiri.


DAFTAR PUTAKA